INTELIGENSI (Intelligence)
INTELIGENSI
Definisi Inteligensi
Novelis Inggris abad ke-20 Aldous Huxley
mengatakan bahwa anak-anak itu hebat dalam hal rasa ingin tahu dan
intelegensinya. Apa yang dimaksud Huxley ketika dia menggunakan kata
intelegensi (intelligence)?
Beberapa pakar mendeksripsikan
inteligensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah (problem-solving). Yang lainnya mendeskripsikan sebagai kemampuan
untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan
mengombinasikan ide-ide ini kita dapat menyusun definisi inteleginsi yang cukup fair:
keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar
dari, pengalaman hidup sehari-hari.
Minat terhadap intelegensi sering kali
difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual (Kaufman &
Lictenberger, 2002; Lubinski, 2000; Molfse & Martin, 2001). Perbedaan
individual adalah cara di mana orang berbeda satu sama lain secara konsisten
dan tetap. Kita bisa berbicara tentang perbedaan individual dalam hal
kepribadiannya (personalitas) dan dalam bidang-bidang lain, namun
intelegensilah yang paling banyak diberi perhatian dan paling banyak dipakai
untuk menarik kesimpulan tentang perbedaan kemampuan murid.
Tes Inteligensi
Individual
Tes
Binet. Pada 1904 Menteri
Pendidikan Perancis meminta psikolog Alfred Binet untuk menyusun metode guna
mengidentifikias anak-anak yang tidak mampu belajar di sekolah. Binet dan
mahasiswanya, Theophile Simon, menyusun intelegensi untuk memenuhi permintaan
ini. Tes itu disebut Skala 1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari
kemampuan untuk menyentuh telinga hingga kemamuan untuk menggambar desain
berdasarkan ingatan dan mendefenisikan konsep abstrak.
Binet mengembangkan konsep mental
age (MA) atau usia mental, yakni level perkembangan mental individu
yang berkaitan dengan perkembangan lain. Tak lama kemudian, pada 1912 William
Stern menciptakan konsep intelligence quotient (IQ), yaitu
usia mental seseorang dibagi dengan usia kronologis (chronological age-CA),
dikalikan 100. Jadi rumusnya, IQ = MA/CA
x 100.
Tes Binet direvisi berkali-kali untuk
disesuaikan dengan kemajuan dalam pemahaman intelegensi dan tes intelegensi.
Revisi-revisi ini disebut tes Stanford-Binet (sebab revisi itu dilakukan di
Stanford University). Dengan melakukan tes untuk banyak orang dari usia yang
berbeda dan latar belakang yang beragam, peneliti meemukan bahwa skor pada tes
Stanford-Binet mendekati distribusi normal. Distribusi Normal adalah simetris, dengan mayoritas skor berada
pada tengah-tenga rentang skor yang mungkin muncu dan hanya ada sedikit skor
yang mendekati ujung dari rentang itu.
Skala
Wechsler. Tes lainnya yang
banyak dipakai untuk menilai intelegensi murid dinamakan skala Wechsler yang
dikembangkan oleh David Wechsler. Tes ini mencakup Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-Revised
(WPPSI-R) untuk menguji anak usia 4 sampai 6 ½ tahun; Wechsler Intelligence Scale for
Children-Revised (WISC-R) untuk anak dan remaja dari usia 6 hingga 16
tahun; dan Wechsler Adult Intelligence
Scale-Revised (WAIS-R).
Tes Individual
versus Tes Kelompok
Tes intelegensi seperti Stanford-Binet
dan Wechsler dilakukan berdasarkan basis individual. Seorang psikolog memahami
penilaian intelegensi individual sebagai interaksi antara pemeriksa dan murid.
Ini membuat psikolog tersebut bisa menyusun sampel perilaku murid. Selama
pengujian, peneliti mengamati bagaimana laporan disusun, minat dan perhatian
murid, apakah ada kecemasan dalam pengerjaan tugas dan tingkat toleransi murid
mengahadapi rasa frustasi.
Murid juga diberi tes intelegensi dalam
kelompok pada saat yang bersamaan. (Drummond, 2000). Tes intelegensi kelompok
mencakup Lorge-Thorndike Intelligence
Tests, Kuhlman-Anderson Intelligence
Tests, dan Otis-Lennon School Mental
Abilities Tests. Tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis ketimbang tes individual,
namun juga ada kekurangannya. Saat tes dilakukan pada satu kelompok besar,
peneliti tak dapat menyusun laporan individual, menentukan tingkat kecemasan
murid, dan sebagainya. Dalam situasi tes kelompok besar, murid mungkin tidak
memahami instruksi atau mungkin diganggu oleh murid lain.
Teori Multiple
Intelligences
Pandangan
Awal. Binet dan Stern
memfokuskan pada konsep intelegensi umum, yang oleh Stern dinamakan IQ.
Wechsler percaya bahwa adalah mungkin dan perlu untuk mendeskripsikan baik itu
intelegensi umum maupun intelegensi verbal dan spesifik dan intelegensi kinerja
seseorang. Dia mendasarkan diri pada gagasan Charles Spearman (1972) yang
mengatakan bahwa orang punya intelegensi umum, yang disebut g,
dan tipe intelegensi spesifik, yang disebut s.
Sejak awal 1930-an, L.L. Thurstone
(1938) mengatakan orang mempunyai tujuh kemampuan intelektual spesifik, yang
dinamakannya kemampuan primer: pemahaman verbal, kemampuan anka, kefasihan
kata, visualisasi spasial, memori asosiatif, penalaran, dan kecepatan persepsi.
Kini makin banyak pencarian tipe-tipe intelegensi spesifik (Anderson, 2001;
Gregory, 2000).
Teori
Triarkis Sternberg. Menurut teori inteligensi triakis dari Robert
J. Sternberg (1986, 2000), inteligensi muncul dalam bentuk; analitis, kreatif,
dan praktis. Inteligensi analitis
adalah kemampuan untuk menganalisis, menilai, dan mengevaluasi, membandingkan,
dan mempertentangkan. Inteligensi
kreatif adalah kemampuan untuk mencipta, mendesain, menciptakan, menemukan,
dan mengimajinasikan. Inteligensi praktis
fokus pada kemampuan untuk menggunakan, mengaplikasikan, mengimplementasikan,
dan mempraktikkan.
Sternberg (2000; Sternberg, Torff,
&Grigorenko, 1998) mengatakan bahwa murid dengan pola triarkis yang berbeda
akan “tampak berbeda” disekolah. Murid dengan kemampuan analitis yang tinggi
cenderung lebih di sukai dalam sekolah umum (konvensional). Mereka sering kali
mudah menyerap pelajaran dimana guru memberi pelajaran dan murid diberi ujian.
Mereka biasanya dianggap murid “pintar” yang mendapat rangking bagus, nilainya
selalu bagus, niali baik dalam tes inteligensi dan SAT, dan mudah masuk ke
universitas.
Murid yang punya inteligensi kreatif
tinggi biasanya bukan rangking atas dalam kelas. Sternberg mengatakan bahwa
murid yang kreatif mungkin tidak dapat menyelesaikan tugas pelajaran sesuai
dengan harapan guru. Mereka tidak memberi jawaban yang lazim atau tepat, tetapi
juwaban yang unik atau aneh sehingga sering dimarahi atau disalahkan. Guru yang
baik tidak akan mengahambat kreatifitas murid, tetapi Sernberg percaya bahwa
sering kali keinginan guru untuk meningkatkan pengetahuan murid justru menekan
pemikiran kreatifitasnya.
Seperti murid dengan intelignsi kreatif
yang tinggi, murid dengan inteligensi praktis sering kali kesulitan memenuhi
keinginan sekolah. Namun murid ini sering kali berprestasi di luar kelas.
Mereka mungkin punya keahlian sosial yang bagus dan pemahaman umum yang baik.
Saat dewasa mereka terkadang menjadi manajer sukses, penguasaha, atau politikus
meskipun catatan prestasi sekolahnya biasa-biasa saja.
Sternberg percaya bahwa hanya ada
sedikit tugas yang murni analitis, kreatif, atau praktis. Umumnya tugas
membutuhkan kombinasi keahlian-keahlian itu. Misalnya, saat murid menulis
ringkasan buku, mereka mungkin (1) menganalisis tema buku, (2) menemukan ide
baru tentang bagaimana buku itu bisa ditulis dengan lebih baik, (3) memikirkan
tentang bagaimana tema buku itu dapat diaplikasikan untuk kehidupan orang.
Sternberg percaya bahwa dalam mengajar, guru harus menyeimbangkan ketiga tipe
inteligensi itu.
Delapan
Kerangka Pikiran Gardner. Howard Gardner
(1983, 1993, 2002) percaya bahwa ada banyak tipe inteligensi spesifik atau
kerangka pikiran. Kerangka ini dideskripsikan bersama dengan contoh pekerjaan
yang merefleksikan kekuatan masing-masing kerangka (Campbell, Campbell &
Dickinson, 1999) :
·
Keahlian verbal : kemampuan untuk berfikir dengan kata dan menggunakan
bahasa untuk mengekspresikan makna (penulis, wartawan, pembicara)
·
Keahlian
matematika : kemampuan untuk
menyelesaikan operasi matematika (ilmuwan, insinyur, akuntan)
·
Keahlian spasial : kemampuan untuk berpikir tiga dimensi (arsitek,
perupa, pelaut)
·
Keahlian
tubuh-kinestetik : kemampuan
untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, pengrajin,
penari, atlet)
·
Keahlian musik : sensitif terhadap nada, melodi, irama, dan suara
(komposer, musisi, dan pendengar yang sensitif)
·
Kemampuan
intrapersonal : kemampuan
untuk memahami diri sendiri dan menata
kehidupan dirinya secar efektif (teolog, psikolog)
·
Keahlian
interpersonal : kemampuan
untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain (guru teladan,
profesional kesehatan mental)
·
Keahlian
naturalis : kemampuan untuk
mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia
(petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli tanah)
Gardner percaya bahwa masing-masing
bentuk inteligensi dapat dihancurkan oleh pola kerusakan otak tertentu, yang
masing-masing melibatkan keahlian kognitif yang unik, dan masing masing tampak
dalam cara unik baik di dalam diri orang berbakat atau idiot (individu yang
mengalami retardasi mental tetapi punya bakat hebat dalam domain tertentu,
seperti musik, melukis, atau penghitungan numerik).
Beriku ini adalah beberapa peringatan
dalam mengaplikasikan pendekatan Gardner (Gardner, 1998) :
·
Tidak ada alasan
untuk berasumsi bahwa setiap subjek dapat diajari secara efektif dengan delapan
cara yang berbeda untuk delapan tipe inteligensi. Usaha melakukan upaya ini
akan sia-sia.
·
Jangan berasumsi
bahwa sudah cukup mengaplikasikan tipe inteligensi tertentu. Misalnya, dalam
keahlian tubuh kinestetik, gerakan otot secara acak tidak ada kaitannya dengan
memperbesar keahlian kognitif.
·
Tidak ada alasan
untuk percaya bahwa adalah berguna untuk menggunakan satu tipe inteligensi
sebagai aktivitas pendukung saat anak-anak mengerjakan aktivitas yang
berhubungan dengan tipe inteligensi yang berbeda. Misalnya, Gardner percaya
bahwa memberi latar belakang musik saat murid memecahkan soal matematika adalah
bentuk penyalahgunaan teorinya.
Proyek Spektrum. Proyek spektrum adalah usaha inovatif yang
dilakukan Gardner (1993; Gardner, Fieldman & Krechevsky, 1998) untuk
menguji delapan inteligensi anak-anak. Proyek spektrum diawali dengan ide dasar
bahwa setiap murid punya potensi untuk mengembangkan kekuatan di satu atau dua
area. Ini memberikan konteks untuk melihat lebih jelas kekuatan dan kelemahan
anak-anak.
Seperti apakah kelas spektrum itu ? kelas
ini memiliki banyak materi yang dapat menstimulasi berbagai inteligensi. Akan
tetapi, guru tidak berusaha merangsang inteligensi secara langsung dengan
mengelompokkan aktivitas yang sama yang diberi label “ spasial”, “verbal”, dan
sebagainya. Guru menggunakan materi yang berhubungan dengan kombinasi domain
inteligensi. Misalnya, murid dalam kelompok naturalis mengeksplorasi dan
membandingkan spesimen biologis, yang bukan hanya melatih kemampuan indra
murid, tetapi juga kemampuan analistis logis. Secara keseluruhan, kelas
psektrum punya 12 area yang di desai untuk melatih dan meningkatkan multiple intelligences murid.
Kelas soektrum dapat mengungkapkan
keahlian yang biasanya tidak tampak dalam kelas reguler. Selain mengungkapkan
kelebihan terpendam dalam diri murid, kelas spektrum juga dapat memperlihatkan
kelemahan yang tersembunyi.
Key school. Key school, sekolah dasar K-6 di Indiapolis,
menyediakan kepada murid aktivitas yang melibatkan berbagai keterampilan yang
berkaitan dengan delapan kerangka pikiran dari Gardner (Goleman, Kaufman, &
Ray, 1993). Setiap hari masing-masing anak diberi materi yang di desain untuk
menstimulasi seluruh kemampuan manusia. Materi itu antara lain seni, musik,
bahasa, matematika, dan permainan fisik. Selain itu, mereka juga diminta untuk
memahami diri sendiri dan orang lain.
Tujuan key school adalah membuat murid
menemukan seniri minat dan bakat masing-masing, dan kemudian membiarkan mereka
mengeksplorasinya. Gardner percaya bahwa jika guru memberi murid kesempatan
untuk menggunakan tubuh, imajinasi, dan indra mereka, maka hampir semua murid
akan tahu bahwa dirinya punya kelebihan dalam satu hal. Bahkan murid yang tidak
menonjol dalam satu area mungkin akan menyadari bahwa mereka punya keunggulan
relatif.
Komentar
Posting Komentar